Wilujeng Sumping

Minggu, 18 Maret 2012


MEMBUAT EM4 SENDIRI DENGAN MUDAH


Sebagai starter mikroorganisme pada proses dekomposer EM4 menjadi begitu penting dalam dunia pertanian organik. Jika kita harus membeli EM4 tersebut harganya lumayan mahal, padahal ada berbagai cara untuk membuat EM4 sendiri dengan harga bahan baku yang sangat murah. Salah satu caranya adalah sebagai berikut:


BAHAN:
1.      Pepaya matang atau kulitnya 0,5 kg
2.      Pisang matang atau kulitnya 0,5 kg
3.      Nanas matang atau kulitnya 0,5 kg
4.      Kacang panjang segar 0,25 kg
5.      Kangkung air segar 0,25 kg
6.      Batang pisang muda bagian dalam 1,5 kg
7.      Gula pasir 1 kg
8.      Air tuak dari nira 0,5 liter

CARA PEMBUATAN:
1.      Pepaya, pisang, nanas, kacang panjang, kangkung dan batang pisang muda dihancurkan hingga ukuran menjadi agak halus. Buah harus yang sudah matang atau dapat juga digunakan kulit buah yang tidak dimakan.
2.      Setelah dihancurkan, campuran bahan tersebut dimasukkan dalam ember.
3.      Campurkan gula pasir dan tuak dalam ember tadi dan aduk hingga rata.
4.      Wadah ditutup rapat dan disimpan selama 7 hari
5.      Setelah 7 hari larutan yang dihasilkan dikumpulkan secara bertahap setiap hari hingga habis.
6.      Larutan tersebut disaring dan dimasukkan kedalam wadah yang tertutup rapat. Larutan tersebut adalah EM4 yang siap digunakan dan dapat bertahan hingga 6 bulan.
7.      Ampas dari hasil penyaringan larutan bisa digunakan sebagai pupuk kompos.

JAMU DAN PAKAN FERMENTASI UNTUK AYAM KAMPUNG


Jamu dan pakan fermentasi untuk ayam kampong tersebut merupakan hasil penelitian Pak Eko Wakradihardja, salah seorang peternak ayam buras di Jakarta Selatan, berdasarkan pengalaman, selain vaksin, ternak ayam kampong/ buras perlu juga diberikan obat-obatan tradisional seperti jamu untuk memperkuat kesehatan atau stamina ayam yang dicampur pada air minum yang juga berfungsi untuk mengobati penyakit serta mengurangi bau kotoran ayam. Hal ini telah dibuktikanya dalam penelitian dan pengalaman selama beternak ayam terbukti dapat mencegah penyakit flu burung. Produk jamu tersebut selain untuk digunakansendiri juga telah dijual dengan harga Rp. 6.000,-/liter. Sedang pakan fermentasi selain dapat meningkatkan nafsu makan ayam juga berfungsi mengurangi bau kotoran ayam juga berfungsi mengurangi bau kotoran ayam. Adapun pakan fermentasinya telah diuji dibeberapa laboratorium yang salah satunya Laboratorium Makanan Ternak IPB dengan kandungan protein sekitar 16 %.
Komposisi jamu sebagai obat tradisional terdiri dari bahan-bahan alami, antara lain :
No.
Campuran
Volume
Satuan
1
Kencur
1,5
Kg
2
Bawang putih
1,5
Kg
3
Jahe
0,5
Kg
4
Lengkuas
0,25
Kg
5
Kunyit
1
Kg
6
Daun sirih
0,25
Kg
7
Temu Lawak
1
Kg
8
Kayu Manis
0,05
Kg
9
Daun Mahkota dewa
0,25
Kg
10
Molases
1
Liter
11
Bioplus
1
Liter

Cara pembuatan jamu yaitu :
§         Bahan-bahan 1 - 9 dikupas atau dibersihkan dan diblender hingga halus dengan ditambah air bersih (air dari sumur , jangan dari ledeng/PAM karena mengandung zat kimia yang akan mengganggu pertumbuhan bakteri) secukupnya lalu disaring atau diperas.
§         Air perasan tersebut ditambah 1 liter molasses dan setelah tercampur ditambah 1 liter bioplus lalu diaduk rata sampai berwarna coklat, kemudian tambahkan air bersih hingga volumenya mencapai 40 liter.
§         Larutan tersebut kemudian difermentasi selama 6 hari deangan cara didiamkan di dalam jirigen atau drum tertutup rapat di dalam ruangan sejuk, sehari sekali diaduk dan dibuka dan dibuka untuk menghindari masuknya udara dari luar.

Cara penggunaan jamu sebagai berikut :
§         Untuk kesehatan atau stamina dicampur pada air minum : campuran 50 cc (5 sendok makan) dengan 10 liter air bersih lalu berikan pada ayam untuk diminum setiap hari.
§         Untuk pengobatan : berikan 2 cc/ekor/hr selama 5 hari berturut-turutdengan cara dicekokin. Obat ini diberikan kepada ayam berumur 2 bulan keatas. Penyakit yang dapat diobati dengan jamu antara lain berak ijo, berak putih/kapur, pilek, gangguan hati dan herpes.

Pakan fermentasi adalah pakan yang dibuat dengan cara fermentasi. Manfaat pakan fermentasi yaitu untuk mengurangi bau kotoran ayam dan bau tengik yang berasal dari dedak padi yang sudah lama, selain itu juga untuk memanfaatkan kotoran ayam serta meningkatkan nafsu makan pada ayam karena pakan fermentasi memiliki bau yang segar.

Cara pembuatan pakan fermentasi, yaitu :
1.      Siapkan kotoran ayam, jemur hingga betul-betul kering lalu tumbuk/giling dan diayak dengan kawat kasa.
2.      10 kg dedak halus dan 10 kg kotoran ayam kering dicampur hingga merata kemudian tambahkan (bioplus ¼ liter + ¼ liter molesses + air sumur 10 liter yang telah difermentasikan terlebih dahulu selama 24 jam).
3.      Adonan tersebut ditempatkan dalam drum plastic dan tutup rapat selama 4 hari.

Cara penggunaan :
§         Unutk pakan stater: tambahkan pakan fermentase sebanyak 20 %.
§         Untuk pakan layer : tambahkan pakan fermentase 15 %.
Semua jenis pakan kalau dicampur dengan pakan fermentasi harus sekali habis. Pakan fermentasi dapat disimpan selama 1 bulan (pada tempat yang teduh).

Jumat, 17 Februari 2012

Uji Organoleptik

http://id.wikipedia.org/wiki/Uji_organoleptik


Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.
Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.[1]

Syarat Uji Organoleptik

Syarat agar dapat disebut uji organoleptik adalah:
  • ada contoh yang diuji yaitu benda perangsang
  • ada panelis sebagai pemroses respon
  • ada pernyataan respon yang jujur, yaitu respon yang spontan, tanpa penalaran, imaginasi, asosiasi, ilusi, atau meniru orang lain.

Penggunaan Indera

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya.[2] Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.[2] Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah[2]:
  • Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
  • Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
  • Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
  • Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

Tujuan Uji Organoleptik

Tujuan diadakannya uji organoleptik terkait langsung dengan selera. Setiap orang di setiap daerah memiliki kecenderungan selera tertentu sehingga produk yang akan dipasarkan harus disesuaikan dengan selera masyarakat setempat. Selain itu disesuaikan pula dengan target konsumen, apakah anak-anak atau orang dewasa. Tujuan uji organoleptik adalah untuk[3]:
  • pengembangan produk dan perluasan pasar
  • pengawasan mutu --> bahan mentah, produk, dan komoditas
  • perbaikan produk
  • membandingkan produk sendiri dengan produk pesaing
  • evaluasi penggunaan bahan, formulasi, dan peralatan baru.

Uji Organoleptik di Perusahaan

Uji organoleptik biasa dilakukan diperusahaan, kegunaannya adalah untuk menilai mutu bahan mentah yang digunakan untuk pengolahan dan formula yang digunakan untuk menghasilkan produk.[3] Selain itu, dengan adanya uji organoleptik, produsen dapat mengendalikan proses produksi dengan menjaga konsistensi mutu dan menetapkan standar tingkat atau kelas-kelas mutu.[3] Produsen juga dapat meningkatkan keuntungannya dengan cara mengembangkan produk baru, meluaskan pasaran, atau dengan mengarah ke segmen pasar tertentu.[3] Dengan uji organoleptik, produsen juga dapat membandingkan mutu produknya dengan produk pesaingnya sehingga dapat memperbaiki kekurangan produknya dengan cara menyeleksi bahan mentah atau formulasi dari berbagai pilihan atau tawaran.[3]

Kelebihan dan Kelemahan

Uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan kelemahan.[3]
Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen.[3] Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatannya juga cepat diperoleh.[3] Dengan demikian, uji organoleptik dapat membantu analisis usaha untuk meningkatkan produksi atau pemasarannya.[3]
Uji organoleptik juga memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat beberapa sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan.[3] Manusia merupakan panelis yang kadang-kadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis dapat menjadi jenuh dan menurun kepekaannya.[3] Selain itu dapat terjadi pula salah komunikasi antara manajer dan panelis.[3]

Sarana dan Prasarana

Panelis dalam uji organoleptik sangat mudah dipengaruhi kondisi fisik dan mentalnya, karena itu perlu sarana dan prasarana yang memadai dalam melakukan uji ini[4].
Prasarana utama:
  • tempat dengan lingkungan yang tenang
  • suasana yang tenang, serius, santai agar panelis dapat berkonsentrasi
Sarana utama:
  • ruang uji dengan beberapa kotak uji
  • dapur penyiapan contoh
  • peralatan penyajian contoh
  • ruang penyiapan formulir / format uji
  • ruang pengarahan/ instruksi kepada tim panelis
  • ruang tunggu panelis

Heterosis

Persilangan dua galur tetua (P1 dan P3) menghasilkan keturunan dengan ukuran tongkol melebihi milik kedua tetuanya.

Heterosis dalam genetika adalah efek perubahan pada penampilan keturunan persilangan (blaster) yang secara konsisten berbeda dari penampilan kedua tetuanya. Istilah ini dikoinekan oleh G.H. Shull pada tahun 1914, setelah sebelumnya (sejak 1908) disebut sebagai heterozigosis.
Heterosis bukan mengacu pada penggabungan dua sifat baik dari kedua tetua kepada keturunan hasil persilangan, melainkan pada penyimpangan dari penampilan yang diharapkan dari penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya. Contoh paling jelas adalah pada jagung hibrida. Penyimpangan ini sebagian besar bersifat positif, dalam arti melebihi rata-rata penampilan kedua tetuanya dan menunjukkan daya pertumbuhan (vigor) yang lebih besar. Dalam keadaan demikian (positif), heterosis dapat dinyatakan dengan istilah hybrid vigor. Silangan yang menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik daripada rata-rata tetuanya.
Sebagian besar ahli sepakat bahwa gejala heterosis adalah kebalikan dari gejala depresi kawin-sekerabat (inbreeding depression), yaitu efek penurunan penampilan pada individu keturunan perkawinan sekerabat.


Penemuan

Catatan pertama tentang hybrid vigor dibuat oleh Kölreuter yang pada tahun 1766 melaporkan hasil persilangan pada Nicotiana, Dianthus, Datura, dan beberapa tumbuhan lainnya. Gregor Mendel, dalam eksperimen persilangannya juga melaporkan (1865) adanya peningkatan tinggi tanaman pada generasi persilangan. Gejala heterosis pertama kali diamati secara sistematik oleh Charles Darwin, khususnya dalam buku klasiknya, The Effects of Cross and Self-fertilisation in the Vegetable Kingdom (1876)[1], meskipun sejumlah peneliti dan praktisi yang lebih awal diketahui telah mengetahui dan mendokumentasikannya. Dalam berbagai seri persilangan tanaman yang dilakukannya, Darwin mengemukakan bahwa persilangan antara dua galur tanaman memberikan keturunan yang penampilannya lebih baik dan bahwa pembuahan sendiri memberikan pengaruh yang merugikan bagi generasi keturunannya. Walaupun demikian, ia tidak memberikan penjelasan tuntas mengapa hal ini terjadi karena pada masanya prinsip pewarisan genetik belum terumuskan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sejumlah peneliti pertanian Amerika Serikat melakukan eksperimen yang melibatkan ribuan persilangan menggunakan galur-galur jagung di daerah cornbelt dan mendapati hasil yang serupa dengan yang dilakukan Darwin; pada beberapa pasangan persilangan bahkan melebihi penampilan tetua terbaiknya. Perbaikan penampilan ini akan menyusut secara drastis pada generasi F2 apabila generasi F1 ini diserbuki sendiri (selfing) dan seterusnya hingga pada generasi F6 atau F7 rerata penampilannya kembali seperti kedua tetuanya. Apabila galur-galur generasi lanjut ini disilangkan, gejala serupa seperti generasi F1 kembali teramati. Para peneliti yang terlibat dalam eksperimen besar inilah (di antaranya Beal, Shull, dan East) yang kemudian memberikan penjelasan genetis atas gejala ini, menggunakan teori berbasis Hukum Mendel, yang masih relatif baru pada masa itu.

Penjelasan genetis

Berdasarkan Hukum Mendel dan teori genetika kuantitatif yang mulai berkembang pesat pada masa itu muncullah dua teori utama yang menjelaskan dasar genetik heterosis dari tim peneliti tersebut. Teori pertama dikemukakan oleh E.M. East (1908)[2] dan G.H. Shull (1908)[3], disebut teori dominans-berlebih (overdominance theory), dan yang kedua ditawarkan oleh Keeble dan Pellew (1910) [4] serta A.B. Bruce (1910) [5] dan dikenal sebagai teori keuntungan dominans ( advantage of dominance theory). Rasmusson (1933) selanjutnya menunjukkan kalau epistasis (interaksi antara gen-gen pada lokus yang berbeda) dapat pula menjelaskan gejala heterosis. Ketiga penjelasan genetis ini hingga sekarang masih memiliki pengikut dan kini semakin jelas bahwa ketiga teori tersebut dapat bekerja bersama-sama.

Teori Keuntungan Dominans

Teori ini menyatakan bahwa ada suatu keadaan homozigot yang menurunkan penampilan ("merugikan") sehingga penampilan rata-rata populasi dengan genotipe demikian lebih rendah daripada homozigot lainnya maupun heterozigot. Keadaan heterozigot mengkompensasi fenotipe sehingga tidak terjadi kerugian. Heterosis terjadi karena akumulasi pada semua lokus yang bertanggung jawab, maka terjadi keuntungan akibat persilangan. Berikut adalah contoh untuk tiga lokus dengan perilaku itu:
Generasi:                     P1                   P2
Genotipe:                   A b C         ×       a B c     
                            — — —         |       — — —  
                            — — —         |       — — —
                            A b C         |       a B c
Nilai   :                   2+0+2 = 4     |       0+2+0 = 2 
                                           
Generasi:                                 F1
Genotipe:                               A b C
                                        — — — 
                                        — — —
                                        a B c
Nilai   :                               2+2+2 = 6
Homozigot dominan pada masing-masing lokus (AA, BB, dan CC) masing-masing menyumbang nilai 2 untuk suatu fenotipe. Homozigot resesif memberikan pengaruh negatif sehingga tidak memberi sumbangan apa pun. Kondisi heterozigot menyumbang nilai 2, sama dengan homozigot dominan. Akibatnya, penampilan F1 akan secara dramatis melebihi kedua tetuanya.

Teori Dominans-berlebih

Teori Dominans-berlebih menyatakan, peningkatan penampilan pada generasi F1 hasil persilangan, yang heterozigot, terjadi akibat genotipe heterozigot pada suatu lokus berekspresi lebih kuat daripada genotipe homozigot di lokus itu. Dalam teori ini, tidak dipermasalahkan perbedaan fenotipe pada homozigot. Karena fenotipe dikendalikan oleh banyak lokus dengan perilaku seperti itu, muncullah gejala heterosis. Berikut adalah contoh untuk tiga lokus dengan perilaku itu:
Generasi:                     P1                   P2
Genotipe:                   A b C         ×       a B c     
                            — — —         |       — — —  
                            — — —         |       — — —
                            A b C         |       a B c
Nilai   :                   1+0+1 = 2     |       0+1+0 = 1 
                                           
Generasi:                                 F1
Genotipe:                               A b C
                                        — — — 
                                        — — —
                                        a B c
Nilai   :                               2+2+2 = 6
Setiap homozigot dominan pada masing-masing lokus (AA, BB, dan CC) menyumbang nilai 1 untuk suatu fenotipe, homozigot resesif tidak memberikan sumbangan apa pun, sedangkan heterozigot menyumbang nilai 2. Akibatnya, penampilan F1 akan secara dramatis melebihi kedua tetuanya.
Teori ini dapat menjelaskan mengapa gejala heterosis segera menghilang pada generasi-generasi selanjutnya akibat penyerbukan sendiri. Namun demikian, banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi genotipe heterozigot tidaklah terlalu besar, atau dengan kata lain, hanya sedikit lokus yang berperilaku dominans-berlebih.
Penelitian jangka panjang yang dilakukan Sprague (1983) [6] menunjukkan sedikitnya dukungan bagi teori ini. Menggunakan data dari Stuber (1992) yang menyatakan adanya bukti dominans-berlebih, Cockerham dan Zeng (1996) [7] menunjukkan bahwa dominans-berlebih semu (pseudooverdominance) akibat pautan berposisi trans alel dominan pada lokus-lokus yang berbeda lebih dapat menjelaskan temuan itu.
Bagaimana gejala dominans-berlebih semu bekerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
Generasi:                     P1                   P2
Genotipe:                   A b C         ×       a B c     
                            ——— —         |       ——— —  
                            ——— —         |       ——— —
                            A b C         |       a B c
Nilai   :                 (1+0)+1 = 2     |      (0+1)+0 = 1 
                                           
Generasi:                                 F1
Genotipe:                               A b C
                                        ——— — 
                                        ——— —
                                        a B c
Nilai   :                              (1+1)+1 = 3
Aspek semu terjadi karena ada dua (atau lebih) lokus yang berpaut dalam keadaan trans (atau repulsion, dalam contoh adalah pada lokus A dan B - perhatikan garis yang menghbungkan keduanya). Karena berpaut, kedua lokus itu berperilaku seperti satu lokus sehingga seakan akan hanya ada dua lokus: satu lokus sejati (C) dan satu lokus semu (AB). Lokus semu itu menyumbang satu nilai dan pada nilai yang dihasilkan oleh F1 seakan-akan lokus semu itu meningkat penampilannya (menyumbang dua). Perilaku demikian dapat diketahui dengan teknik genetika molekuler.

 

Teori Epistasis

Heterosis molekular

Berbagai usaha dengan melibatkan teknik-teknik biologi molekular sekarang dilakukan untuk memberi penjelasan menyeluruh terhadap gejala yang rumit ini dengan melibatkan analisis menyeluruh terhadap DNA dan QTL, mRNA, protein, dan metabolit (dikenal sebagai ilmu-ilmu "omics"), dibantu dengan dukungan bioinformatika karena melibatkan ukuran data yang sangat besar. Beberapa negara, seperti Jerman dan Tiongkok, bahkan membentuk proyek penelitian khusus untuk mendalaminya pada dasawarsa awal abad ke-21.

 

 

 

Macam-macam heterosis

Di kalangan pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara penentuannya, untuk kepentingan studi dan praktis.
Heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis.
Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis.
Heterosis standar digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan hibrida dengan varietas standar.
Kedua pengertian heterosis terakhir ini lebih memiliki manfaat praktis.

Pemanfaatan

Heterosis adalah gejala genetis yang luas dimanfaatkan dalam pembentukan kultivar unggul tanaman maupun biakan unggul hewan ternak atau timangan.
Sejak awal abad ke-20 gejala heterosis telah dimanfaatkan dalam perakitan varietas hibrida. Berbagai studi terhadap persilangan jagung yang dilaporkan oleh Shull dan East pada tahun 1908 dan Jones (1918), dimulailah revolusi pertanian di Amerika Serikat dengan dipasarkannya varietas jagung hibrida pada tahun 1920-an, yang langsung menguasai pangsa penanaman hanya dalam waktu singkat. Penggunaan varietas hibrida meluas pada tanaman ekonomis lainnya, seperti bit gula, bunga matahari, sorgum, kapas, milet mutiara, kelapa, kakao, kanola, padi, serta berbagai tanaman hortikultura (terutama sayuran dan tanaman hias, serta beberapa tanaman buah-buahan).
Pemanfaatan pada ternak baru dilakukan belakangan mengingat kesulitan dalam pembentukan galur murni. Produksi biakan hibrida dimulai pada ayam, lalu diikuti oleh beberapa hewan ternak lainnya. Biakan hibrida pada ayam kebanyakan adalah hibrida tiga-jalur dan empat-jalur, meskipun ada pula yang silang tunggal (dua-jalur)[8].
Pemanfaatan gejala heterosis melalui produksi varietas hibrida dianggap menjadi bagian dari revolusi pangan pada abad ke-20.

Gastronomi molekuler

Gastronomi molekuler (molecular gastronomy) adalah studi ilmiah mengenai gastronomi atau lebih lengkapnya adalah cabang ilmu yang mempelajari transformasi fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak dan fenomena sensori saat mereka dikonsumsi.[1] Ilmu ini dicirikan dengan penggunaan metode ilmiah untuk memahami dan mengendalikan perubahan molekuler, fisiokimiawi, dan struktural yang terjadi pada makanan pada tahap pembuatan dan konsumsi.[1] Kata "molekuler" dalam Gastronomi molekuler mengacu pada ilmu biologi molekuler yang meninjau bahan-bahan masakan sampai tahap molekul.[2] Lalu, metode ilmiah yang digunakan meliputi pengamatan mendalam, pembuatan dan pengujian hipotesis, ekperimen terkontrol, objektivitas sains, dan reproduksibilitas eksperimen[2]. Perlu diperhatikan bahwa gastronomi molekuler tidak sama dengan tipe atau gaya memasak. [3]
Istilah lain yand dipakai untuk merujuk kepada gastronomi molekuler adalah avant-garde cuisine di mana avant-garde berasal dari kata advance guard yang secara harafiah berarti barisan terdepan dari suatu tentara yang menuju ke medan perang.[4] Istilah tersebut digunakan untuk mendeskripsikan disiplin ilmu yang telah melewati batasan-batasan yang dianggap normal, misalnya karena penemuan teknik baru atau penggunaan lain dari teknik yang sudah ada.[4]
Salah satu penemu gastronomi molekuler, Hervé This

Sejarah

Penggunaan metode sains untuk memahami sifat-sifat makanan mulai dipertimbangkan manfaatnya pada abad 18 (1783) oleh Lavoisier dan setengah abad kemudian oleh Brillat-Savarin pada tulisannya yang berjudul "Physiology of Taste" (1852).[3] Ilmuwan lain yang menekankan hubungan antara gastronomi dan sains adalah Nicholas Kurti, fisikawan temperatur rendah dari Universitas Oxford, Inggris.[3] Pada tahun 1969, Kurti mengadakan presentasi berjudul "The Physicist in the Kitchen" yang direkam oleh BBC.[3] Kemudian pada tahun 1992 diadakan simposium pertama mengenai ilmu gastronomi yang diberi judul "physical and molecular gastronomy" di Erice, Italia, dengan keterlibatan Elisabeth Thomas, Nicholas Kurti, Hervé This, dan Harold McGee.[3] Simposium ini dimaksudkan untuk menyatukan para ilmuwan dan koki dan diadakan tiap dua tahun sekali hingga tahun 2005.[3]

Terminologi

Dalam hal terminologi seringkali terjadi kerancuan antara gastronomi molekuler, memasak, ilmu memasak, dan kulinologi®.[5] Memasak adalah teknik (atau kadang-kadang seni) yang tujuannya adalah untuk membuat makanan yang tempatnya adalah di rumah atau dapur restoran.[5] Untuk bisa memasak lebih dibutuhkan keahlian untuk memilih bumbu misalnya, daripada ilmu kimia atau fisika.[5] Sebaliknya, gastronomi molekuler adalah sains, terutama fisika dan kimia, yang dilakukan di dalam laboratorium.[5] Sains menggunakan metode eksperimen di mana teori dihasilkan setelah mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi secara kuantitatif dan menyanggah model yang ada dengan membuat prediksi teoretis dan kemudin melakukan eksperimen pengujian.[5] Intinya, tujuan utama sains adalah menemukan mekanisme suatu fenomena dan tidak berhubungan dengan tujuan membuat makanan.[5] Kulinologi® adalah campuran antara disiplin ilmu makanan dan seni kuliner.[5] Selain itu kulinologi® adalah istilah yang sudah dilindungi secara hak cipta sementara gastronomi molekuler tidak dilindungi oleh hak cipta. [5]

Ruang Lingkup

Awalnya, gastronomi molekuler melingkupi pembuatan resep, pengujian resep turun-temurun, menemukan makanan baru, dan memperkenalkan alat, metode, dan bahan baru yang dapat digunakan untuk menghasilkan makanan.[6] Namun pada akhirnya, sekitar tahun 2003, ruang lingkup gastronomi molekuler diperjelas dengan menyisihkan aplikasi teknologi dari padanya dan memperjelasnya dengan dasar pemikiran: resep makanan terdiri dari dua bagian utama yaitu definisi makanan (definition of the dish) dan presisi kuliner (culinary precision).[6] Oleh karenanya, gastronomi molekuler mencakup pemodelan definisi makanan serta eksplorasi dari presisi kuliner.[6] Untuk mempelajari keduanya, diperlukan pengetahuan dalam bidang fisika dan kimia bahan pangan sehingga kedua cabang ilmu tersebut termasuk dalam ruang lingkup gastronomi molekuler.[7]

Definisi Makanan


Mayones

Untuk mendefinisikan makanan, diperlukan suatu model yang dapat dijadikan acuan bagi semua jenis makanan.[6] Pertama-tama perlu diketahui ada tiga fase yang dimiliki suatu zat atau senyawa pada umumnya, yaitu gas, padatan, dan cairan.[6] Makanan dianggap sebagai sistem dispersi golongan koloid-satu fase (gas, minyak, tetesan air, atau partikel padat) yang terdispersi ke dalam fase kontinyu yang berbeda.[6] Emulsi, gel, busa dan suspensi adalah koloid yang umum ditemui pada dunia makanan.[6] Contohnya adalah susu yang adalah emulsi minyak di dalam air, sama seperti halnya dengan mayones.[6] Namun pada umumnya makanan bersifat lebih kompleks seperti es krim contohnya.[6] Definisi dari es krim adalah gas yang terdispersi di dalam medium terkondensasi yang mengandung kristal es, agregrat protein, kristal sukrosa, dan lemak.[6]
Untuk menghindari penamaan yang terlalu kompleks, maka digunakan huruf dan operator untuk menyatakannya yang dikenal sebagai "sistem formalisme untuk sistem dispersi kompleks" ('formalism for complex disperse systems'/ CDS) yang ditemukan oleh Antoine-Laurent de Lavoisier pada 1791.[6] Sistem ini menggunakan huruf berupa "G" untuk gas, "O" untuk minyak (oil), "W" untuk air (water), dan "S1,S2,S3…" untuk padatan (solid) berjenis apapun dengan operator seperti:/(terdispersi ke dalam) + (terecampur ke dalam), dan sebagainya.[6].Sebagai contohnya proses pembuihan krim dapat dinyatakan sebagai:O/W+G-->(G+O)/W. Formalisme ini mempermudah deskripsi sistem yang terlalu sulit untuk dibayangkan dan membuat proses menjadi umum.[6] Sebagai contoh, proses O/W+G-->(G+O)/W dapat digunakan untuk membuat coklat Chantilly ataupun 'foie gras Chantilly'.[6]

Fisika dan Kimia Makanan

Telur mentah
Telur rebus
Kebanyakan hal yang terjadi selama proses memasak dapat digambarkan dengan baik oleh ilmu kimia.[7] Proses-proses yang membuat atom-atom (atau molekul) yang berbeda menjadi satu molekul baru atau sebaliknya secara umum disebut reaksi kimia yang contohnya sebagai berikut: terciptanya rasa daging/gurih pada saat pemanasan dan karamelisasi oleh reaksi kimia kompleks yang disebut reaksi Maillard, telur yang mengeras saat direbus karena reaksi kimia pada molekul-molekul protein di dalam telur, dan makanan yang menempel pada panci saat memasak karena protein bereaksi secara kimiawi dengan logam pada suhu tinggi.[7] Terjadinya reaksi kimiawi di atas tidak terlepas dari proses fisika seperti proses pemanasan sehingga keduanya dapat dijadikan panduan dalam gastronomi molekuler.[7]
Proses pembuatan telur rebus adalah salah satu contoh sederhana untuk membahas pembuatan makanan dari proses fisika dan kimia. Sewaktu telur direbus, protein telur akan mengalami denaturasi pada saat suhu melebihi 400C (kebanyakan protein terdenaturasi pada suhu sekitar 400C) dan mereka akan mulai bereaksi bersama untuk "memasak" telur tersebut saat suhu melebihi 750C.[7] Waktu protein dipanaskan pada suhu yang tinggi, mereka akan mengalami reaksi kimia yang menyebabkan mereka terputus atau tergabung menjadi molekul yang lebih besar.[7] Protein telur yang cair akan berubah menjadi padat karena molekul-molekul protein yang terputus akan aktif bergerak (karena energi panas) melilit satu sama lain.[7] Lilitan protein-protein tersebut yang membentuk struktur telur yang padat.[7]

Manfaat

Cara memasak secara tradisional belum tentu memilki jaminan kesehatan atau cara pembuatan yang rasional.[2] Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan gastronomi molekuler sehingga pengetahuan akan pembuatan makanan tradisional tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan menjadi lebih sehat ataupun menarik.[2] Bagi para koki atau juru masak, pengetahuan akan gastronomi molekuler membuat mereka dapat mengeksplorasi lebih jauh dunia kuliner secara ilmiah yang nantinya dapat diterapkan salah satunya sebagai seni memasak molekuler.[2] Akibatnya teknologi ataupun hidangan baru yang menarik dapat tercipta. Sementara bagi para konsumen diharapkan mendapat kejutan dan kepuasan akan makanan yang sehat, lezat, dan menarik .[2]

Seni Memasak Molekuler

Beberapa tahun ini, tren kuliner "seni memasak molekuler" (molecular cooking) dianggap sebagai perkembangan paling menarik di dunia kuliner.[2] Pada koki menggunakannya sebagai cara baru untuk menyajikan makanan kepada para pelanggan, contohnya adalah kaviar palsu yang terbuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida (CaCl2).[4] Natrium alginat, yang berasal dari rumput laut, dan CaCl2 berperan sebagai membran buatan yang melapisi suatu bahan sehingga dapat dibentuk menjadi bola.[4] Selain itu terdapat pula es krim instan menggunakan nitrogen cair.[2][1]
Pasta dari ravioli dan kaviar yang dilapisi membran alginat dicampur dengan cantaloupe dan mangga
Pembuatan es krim menggunakan nitrogen cair
Es krim dari nitrogen cair
Selain contoh-contoh tersebut, masih banyak lagi hidangan lainnya yang menggunakan prinsip molekuler seperti Parmesan spaghetti yang adalah spaghetti agar-agar dengan parmesan dan Frappuccino dengan karagenan.[2]

Herbisida

Penyiang gulma atau herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel tentang gulma).

Dua tipe herbisida menurut aplikasinya

Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
Dari cara kerjanya herbisida ada 2 macam, herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang berguna untuk menyiang gulma dengan cara langsung mengganggu tanaman untuk berfotositensis, gulma yang secara langsung terkena herbisida kontak akan mati. Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya dengan mengganggu enzim yang berperan dalam membentuk asam amino yang dibutuhakan tanaman, dan mudah menyerap ke seluruh jaringan tanaman, gulma akan mati sampai akar-akarnya.
contoh : Herbisida Kontak : NOXONE 297SL Herbisida Sistemik : Rambo Gold 480SL

Cara kerja herbisida

Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Contoh:

Rekayasa genetika dan herbisida

Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi.
Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.

Kritik atas pemakaian herbisida

Pemakaian herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air.
Kritik lainnya ditujukan pada pemakaian tanaman transgenik tahan herbisida tertentu. Meskipun dapat menekan biaya, teknologi ini bermotifkan komersial (meningkatkan penggunaan herbisida merek tertentu). Selain itu, teknologi ini dianggap tidak bermanfaat bagi pertanian non mekanik (pertanian dengan padat karya) atau berlahan sempit.